Dengan teknologi baru yang bersumber pada gelombang suara, pengukuran-pengukuran bidang tanah dapat dilakukan setiap waktu. Pengukuran koordinat pojok tanah akan berlangsung secara cepat. "Kita tahu pengukuran itu tidak lagi dengan mencari titik-titik teknik di sekitar bidang tanah. Namun, titik-titik itu kini bertebaran di udara, bisa dilakukan setiap waktu sehari, seminggu, sebulan, setahun," tambahnya.
Dengan alat ukur yang berposisi selalu stand by, alat ukur tersebut tentu dapat dimanfaatkan untuk mengukur pojok tanah setiap saat. Dengan demikian, target pemerintah dalam waktu 15 tahun ke depan seluruh bidang tanah harus selesai terdaftar diharapkan terpenuhi. "Dengan volume pekerjaan 50 juta atau sekitar 3,5 juta hektar tanah yang dapat dirampungkan dalam waktu satu tahun atau sekitar 17.500 pengukuran bidang tanah setiap hari, maka target pemerintah dapat diselesaikan," jelas Irawan.
Irawan berharap teknologi ini dapat dimanfaatkan di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, baru sekitar 40 stasiun Continuously Operating Reference Station (CORS)/Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JPRS) di Jawa dan Bali yang digunakan sebagai referensi aktif dan real time guna mendukung program-program pertanahan. "Dengan berbagai reference-reference dalam waktu dua tahun diharapkan sudah mencakup seluruh wilayah di tanah air. Karenanya, teknologi yang relatif baru ini perlu disiapkan para surveior modern di BPN dan harus bisa memanfaatkan CORS/JRSP," pungkas Irawan. (Humas UGM/ Agung)
sumber : ugm.ac.id
0 comments:
Posting Komentar